Mengenai SayaBIODATA Asy’ari Hidayah Hanafi dengan nama pena Ary Toekan, lahir di Wewit-Adonara Te

Adonara, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
BIODATA Asy’ari Hidayah Hanafi dengan nama pena Ary Toekan, lahir di Wewit-Adonara Tengah-Flores Timur pada tanggal 11 Agustus 1981. Menamatkan strata I pada Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Kupang pada tahun 2009. Asy’ari Hidayah Hanafi kini menjadi guru pada SMP Negeri Panca Marga Kolimasang, Adonara, Flores Timur, NTT. Pengalaman menulis :  Karya jurnalistik, esai dan puisi dimuat di Media Online weeklyline.net, Flores Post, Jong Flores, Kalabahi Pos dan Media Pendidikan Cakrawala NTT.  Menulis Buku “Tapak Tuah” Antologi Puisi Tiga Pengajar Muda Flores Timur Penerbit Nusa Indah, Ende 2017  Menulis Buku “Revolusi Mental Ala Guru” Kumpulan Esai Guru Flores Timur Penerbit Coral Maumere 2018 Asy’ari Hidayah Hanafi juga menjadi pembicara dan Nara Sumber diklat menulis dibeberapa sekolah dan Komunitas Anak Muda di Flores Timur. Pengurus Asosisasi Guru Penulis Indonesia (AGUPENA) Cabang Flores Timur. Aktif di Nara Teater Flores Timur dan menjadi salah satu aktor dalam Lakon “Ina Lewo” Pentas Pekan Teater Nasional 2018, Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta 13 Oktober 2018.

Jumat, 01 Desember 2017

BUDAYA MEMBACA DAN KETERSEDIAAN BAHAN BACAAN



BUDAYA MEMBACA DAN KETERSEDIAAN BAHAN BACAAN
Oleh Asy’ari Hidayah Hanafi, S.Pd

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)membaca merupakanan kata kerja yang berarti melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati).  Sedangkan menurut Retno Utami (2007:1) Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan menemukan makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pengenalan makna kata sesuai dengan konteksnya merupakan syarat awal yang diperlukan untuk memahami pesan yang terdapat dalam bahan bacaan. Dalam perspektif islam membaca merupakan ajaran yang jelas dan tegas. Al-Qur’an secara dini mengisyaratkan pentingnya membaca dan meningkatkan minat baca. Dalam Al-Qur’an perintah membaca adalah wahyu pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Hal initermuat dalam surah Al-Alaq ayat 1-5.  
Artinya membacamerupakan kegiatan dan kemampuan khas manusia. Walaupun demikian membaca tidak terjadi secara otomatis, membaca harus didahului oleh aktivitas dan kebiasaan membaca yang merupakan wujud dari adanya minat baca.Untuk meningkatkan minat baca ini, kendala yang dihadapi di antaranya adalah dukungan fasilitas. Keberadaan bahan bacaan masih kurang dekat dengan orangnya. Toko buku pun lebih banyak berada di perkotaan. Sementara dipedesaan sanagat sulit ditemui.

Perlu kita ketahui bersama bahwa peringkat minat baca Indonesia dalam data World's Most Literate Nations berada di urutan 60 dari 61 negara. Peringkat tersebut merupakan hasil penelitian dari Central Connecticut State University tahun 2016. Selain itu, pada tahun 2012 Unesco melansir index tingkat membaca orang Indonesia yang hanya 0,001. Itu artinya, dari 1.000 penduduk, hanya ada 1 orang yang mau membaca buku dengan serius.Hal yang sangat berbeda dengan yang terjadi di Malaysia misalnya. Setiap orang di Malaysia bisa mengahbiskan tiga judul buku bacaan per tahunnya. Apalagi untuk negara maju seperti Jepang. Bisa di atas lima sampai sepuluh buahbuku per tahun per orangnya. (www.jppn.com.08/06/2016)


Ada  dua jenis minat baca yakni membaca karena paksaan dan membaca karena kemauan sendiri. Cara yang mudah untuk membedakan keduanya adalah dari “kenikmatan” yang tampak. Mereka yang membaca karena terpaksa tentu melakukannya dengan muram sehingga cepat jenuh.

Sebaliknya, yang melakukannya atas kehendak sendiri akan tampak aysik dan seakan-akan ingin “melahap” semua waktunya untuk membaca. Selain itu juga tampak dari hasilnya. Karena betapapun keras peraturan yang diterapkan tentang keharusan membaca, hasilnya tidak akan pernah lebih baik bila dibandingkan dengan membaca yang dilakukan atas kemauan sendiri. Artinya harus diupayan agar minat baca pada anak tumbuh karena keinginan sendiri. Untuk itu orang tua memegang peranan utama serta harus berupaya agar membaca menjadi sesuatu hal yang disukai. Karena hal ini akan membuat anak menjadi selalu memiliki waktu untuk membaca. Hal ini lah menjadi titik awal salahnya.

Hal senada disampaiakan Imron Rosidi (2011) bahwa kegiatan membaca menjadi sebuah kegiatan yang mengasyikkan apabila sudah menjadi budaya. Perlu adanya pembiasaan tanpa paksaan sampai masyarakat dalam lingkungan tertentu agar senang membaca.

Menumbuhkan minat baca
Seperti halnya kegiatan pembelajaran yang lain, upaya menumbuhkan minat baca juga akan lebih mudah dan efektif apabila dilakukan sejak dini, sejak kanak-kanak. Hal ini menuntut keikutsertaan orangtua. Karena peletak pondasi utama pendidikan anak adalah orangtua. Dengan demikian orangtualah yang sesungguhnya menjadi penentu berminat atau tidaknya seorang anak terhadap buku atau bahan bacaan. Para orang tua harus memastikan bahwa kecintaan akan membaca adalah tujuan pendidikan yang terpenting bagi seorang anak. Kegiatan membaca harus dilakaukan dari lingkungan paling kecil yakni keluarga. Orangtua harus menanamkan budaya baca kepada anak-anak sejak dini.hal tersebut dapat membentuk budaya baca ketika mereka dewasa.

1.    Orangtua
Upaya orangtua akan lebih optimal apabila didukung oleh pihak lain. Dari pihak penerbit misalnya; hendaknya memperbaiki kualitas perwajahan buku, ilustrasi, isi, dan cara penyajian yang tentunya menarik minat pembaca terutama anak-anak. Pemanfaatan metode “komik”  dalam mengulas materi pelajaran misalnya. Penerbit juga hendaknya melakukan atau memperbanyak kegiatan promosi buku. Tidak hanya di sekolah maupun perpustakaan, tetapi juga dilokasi-lokasi yang menjadi kegemaran anak-anakseperti taman bermain dan lain sebagainya.

Mendorong minat baca dimulai dengan keteladanan, " Jika guru ingin siswanya membaca, maka  gurunya juga harus membaca. Demikian juga dengan orangtua, jika ingin anaknya membaca  maka, orangtua harus membaca". Ada berbagai cara membuat kegiatan membaca menyenangkan, seperti mengajak alumni yang berkecimpungan di dunia penulisan untuk berbagi mengenai dunia baca tulis, dan butuh peranan publik untuk mewujudkanya.
peningkatan  kemampuan membaca penting karena akan sangat mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam keseharian. Disisi lain,  membaca juga menjadi awal yang baik untuk menulis. Sebab dengan banyak membaca dapat membentuk  imajinasi yang sistematis dalam berpikir.

2.    Dari pihak sekolah, hendaknya diterapkan sistem pendidikan yang menimbulkan kegairahan belajar. Antara lain dengan mengubah pola pengajarn dari teacher based learning menjadi  resources based learning. Pola ini mendorong pendidik untuk memberi penugasan dan anak didik mencari jawabannya sendiri, antara lain diperpustakaan. Selain itu, perlu adanya reward bagi siapa saja yang mau secara konsisten memanfaatkan koleksi perpustakaan. Sekolah juga perlu mengintensifkan kegiatan yang merangsang aktivitas membaca, misalnya pendidikan dan pelatihan menulis, lomba menulis, bedah buku, dan diskusi buku. Praktik pendidikan perlu menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran agar semua warganya tumbuh sebagai pembelajar sepanjang hayat. Untuk mendukung hal ini, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengembangkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

3.    Dari pihak masyarakat harus mulai mengubah pemahaman yang keliru. Selama ini anak yang suka membaca justru dianggap aneh, bahkan dijuluki “kutu buku” atau lebih dari itu dianggap “kurang pergaulan”, egois, sok pintar dan sebagainya. Tentu anak tidak suka dengan julukan yang demikian karena hal ini akan membuatnya menjauh dari temannya. Tentu kondisi seperti ini secara tidak langsung akan menjauhkan anak dari kegiatan membaca.
Masyarakat seharusnya memiliki upaya untuk menyediakan bahan bacaan. Karena minat baca biasanya linear dengan ketersediaan bahan bacaan. Entah itu berupa koran, majalah, buku, E-book, mengahdirkan pondok baca dan lainya. Bahan bacaan ini patut diadakan sebagai pemantik minat baca.

4.    Dari pihak media massa (terutama radio/TV harus memanfaatkan medianya untuk ikut mensosialisasikan pentingnya membaca. Membaca memang lebih sulit dibandingkan dengan melihat dan mendengar. Itulah sebabnya orang lebih suka mendengarkan radio ataupun menonton TV. Apalagi akhir-akhir ini sejumlah stasiun televisi menayangkan program hiburan yang sangat tidak mendidik, bahkan jauh dari itu malah merusak karakter dan moral anak. Media masa hendaknya tidak saja mengeluarkan iklan layanan masyarakat mengenai ajakan membaca,  akan tetapi harus juga mulai membuat program promosi membaca (reading promotion). Sebuah program yang berkaitan dengan salah satu buku tertentu. Dengan program tersebut diharapkan setelah anak selesai menikmati media massa tersebut ia menjadi tertarik untuk mencari dan membaca buku yang dibicarakan.

Memaknai keberadaan aksara
Penerapan berbagai upaya diatas diharapkan akan menumbuhkan minat dan kebiasaan baca masyarakat terutama anak-anak. Bila minat dan kebiasaan membaca ini telah terwujud pada setiap orang maka akan menjadi cikal-bakal embrio dari terbentuknya masyarakat membaca (reading sociaty) yang merupakan ciri dari masyarakat belajar (learning sociaty) yang diperlukan dalam masyarakat berpengetahuan (knowledge sociaty). Bukankan hal ini menjadi keinginan kita? Karena itu marilah kita budayakan membaca, sebagai salah satu aktivitas yang memaknai keberadaan aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar